Siang ini tumben sekali bisa pulang kuliah di
siang hari. Biasanya saja kalau nggak pulang sore ya malam. Iseng, browsing
artikel menarik tentang Biologi. And this is it, the nice article...
Senin, 15 Oktober 2012 - "Partikel
berbentuk cacing menghasilkan ekspresi gen dalam sel-sel hati 1.600 kali lebih
banyak dibanding yang dihasilkan dua bentuk lainnya."
Para peneliti dari
Universitas Johns Hopkins dan Northwestern telah menemukan cara untuk
mengontrol bentuk nanopartikel yang berfungsi memindahkan DNA dalam tubuh,
serta menunjukkan bahwa bentuk-bentuk penghantar ini bisa membuat perbedaan
besar dalam hal pengobatan kanker dan berbagai penyakit lainnya.
Studi yang
dipublikasikan pada 12 Oktober dalam jurnal Advanced Materials ini
juga patut menjadi perhatian karena teknik terapi
gen ini tidak harus memanfaatkan virus untuk menghantarkan DNA ke
dalam sel. Beberapa upaya terapi gen yang bergantung pada virus mengandung
berbagai resiko kesehatan.
“Nanopartikel ini bisa
menjadi kendara penghantar yang lebih aman dan efektif untuk terapi gen,
menargetkan berbagai penyakit genetik, kanker serta penyakit-penyakit lain
yang bisa disembuhkan dengan pengobatan gen,” kata Hai-Quan Mao, profesor ilmu
dan teknik material di Sekolah Teknik Whiting Johns Hopkins.
Mao telah mengembangkan
nanopartikel nonviral untuk terapi gen selama satu dekade. Pendekatannya
melibatkan pengkompresian potongan-potongan DNA yang sehat dalam lapisan
polimer pelindung. Partikel-partikel ini dirancang untuk menghantarkan muatan
genetiknya hanya setelah partikel ini bergerak melewati aliran darah
dan memasuki sel-sel yang menjadi sasaran. Dalam sel-sel tersebut, polimer
mengurangi dan melepaskan DNA. Dengan menggunakan DNA ini sebagai pola dasar,
maka sel-sel tersebut dapat memproduksi protein fungsional yang mampu memerangi
penyakit.
Sebuah kemajuan besar
dalam pekerjaan ini adalah kemampuan para peneliti “menyetel” partikel-partikel
dalam tiga bentuk; batang, cacing serta bulatan, yang meniru bentuk dan
ukuran partikel-partikel virus. “Kami bisa mengamati bentuk-bentuk itu dalam
laboratorium, tapi kami tidak sepenuhnya memahami mengapa mereka mengasumsikan
bentuk-bentuk itu dan bagaimana cara mengontrol prosesnya dengan baik,” kata
Mao. Pertanyaan-pertanyaan ini penting karena sistem pengiriman DNA yang ia
bayangkan mungkin memerlukan bentuk-bentuk spesifik yang seragam.
Untuk mengatasi masalah ini, sekitar tiga
tahun lalu Mao mencari bantuan dari rekan-rekannya di Northwestern. Sementara
Mao bekerja di laboratorium tradisionalnya yang serba basah, para peneliti di
Northwestern merupakan pakar dalam melakukan eksperimen serupa dengan
menggunakan model komputer yang canggih.
Erik Luijten, profesor ilmu dan teknik
material serta matematika terapan di Sekolah Teknik dan Ilmu Terapan
McCormick Universitas Northwestern dan sebagai penulis pendamping dalam
makalah, memimpin analisis komputasi pada temuan-temuan tersebut untuk
menentukan mengapa nanopartikel diformasikan ke dalam bentuk-bentuk yang
berbeda.
“Simulasi komputer dan model teoritis kami
telah memberi pemahaman mekanistik, mengidentifikasi apa yang bertanggung jawab
atas perubahan bentuk tersebut,” kata Luijten. “Kami kini dapat memprediksi
secara tepat bagaimana memilih komponen nanopartikel jika ada yang mengingini
bentuk tertentu.”
Penggunaan model komputer memungkinkan
tim Luijten untuk meniru percobaan laboratorium tradisional dalam waktu yang
jauh lebih cepat. Simulasi dinamika molekul ini dilakukan pada Quest, sistem
komputasi berkinerja tinggi dari Northwestern. Komputasi ini begitu rumit
sehingga beberapa di antaranya memerlukan 96 prosesor komputer
yang bekerja secara bersamaan dalam satu bulan.
Dalam makalah mereka, para peneliti juga
ingin menunjukkan pentingnya bentuk partikel dalam menghantarkan terapi gen.
Para anggota tim riset melakukan tesnya pada hewan, kesemuanya menggunakan
bahan partikel yang sama dan DNA yang sama. Satu-satunya perbedaan adalah pada
bentuk partikel: batang, cacing dan bulatan.
“Partikel berbentuk cacing menghasilkan ekspresi
gen dalam sel-sel hati 1.600 kali lebih banyak dibanding yang dihasilkan dua
bentuk lainnya,” kata Mao. “Artinya, produksi nanopartikel dalam bentuk ini
bisa menjadi cara yang lebih efisien untuk menghantarkan terapi gen ke dalam
sel-sel tersebut.”
Bentuk-bentuk partikel yang digunakan dalam
penelitian ini diformasi lewat cara mengemas DNA dengan polimer dan
mengeksposnya ke berbagai pengenceran pelarut organik. Penolakan DNA
terhadap pelarut, dengan bantuan rancangan polimer dari tim riset, menyebabkan
nanopartikel berkontraksi menjadi bentuk tertentu dengan sebuah “perisai” di
seputar materi genetik untuk melindunginya dari penghapusan oleh sel-sel
kekebalan.
Dana awal untuk penelitian ini berasal dari
Institut NanoBioTeknologi Johns Hopkins. Riset kemitraan Johns
Hopkins-Northwestern memperoleh dukungan pendanaan dari National Institutes of
Health.
Kredit: Johns Hopkins
Jurnal: Xuan Jiang, Wei Qu, Deng Pan, Yong
Ren, John-Michael Williford, Honggang Cui, Erik Luijten, Hai-Quan Mao. Plasmid-Templated
Shape Control of Condensed DNA-Block Copolymer Nanoparticles. Advanced
Materials, 2012; DOI: 10.1002/adma.201202932

Tidak ada komentar:
Posting Komentar