Ini dia satu lagi artikel menarik yang saya dapatkan selama saya browsing..
Selasa, 9 Oktober 2012 -
"Neuron-neuron entorhinal menunjukkan aktivitas persisten, berperilaku
layaknya mereka mengingat sesuatu sekalipun di bawah pengaruh anestesi saat
tikus tak bisa merasakan atau membaui atau mendengar apapun."
Para peneliti dari Universitas California, Los Angeles
(UCLA) untuk pertama kalinya mengukur aktivitas suatu area dalam otak yang
sedang tertidur, yaitu area yang terlibat dalam pembelajaran, memori dan
penyakit Alzheimer. Mereka menemukan bahwa bagian otak ini berprilaku layaknya
sedang mengingat sesuatu, bahkan di bawah pengaruh anestesi; sebuah temuan yang
bertentangan dengan teori-teori sebelumnya tentang konsolidasi memori
selama tidur.
Tim riset secara simultan mengukur aktivitas neuron-neuron
tunggal dari beberapa bagian otak yang terlibat dalam pembetukan memori. Teknik
ini memungkinkan mereka menentukan bagian otak mana yang mengaktifkan area-area
otak lainnya dan bagaimana aktivasi tersebut menyebar, kata penulis senior
studi Mayank R. Mehta, profesor neurofisika di departemen neurologi,
neurobiologi, fisika dan astronomi UCLA.
Secara khusus, Mehta bersama timnya mengamati tiga area
terkoneksi dalam otak tikus, yaitu otak baru atau neokorteks, otak tua atau hippocampus, dan otak
perantara yang menghubungkan otak baru dan tua. Dalam studi sebelumnya telah
ditunjukkan bahwa dialog antara otak tua dan otak baru selama
tidur merupakan hal penting bagi pembentukan memori, namun studi
tersebut tidak menyelidiki kontribusi dari korteks entorhinal dalam dialog
tersebut, yang berubah menjadi pengganti permainan, kata Mehta. Tim risetnya
menemukan bahwa korteks entorhinal menunjukkan apa yang disebut sebagai
aktivitas persisten, yang diduga memediasi pengerjaan memori selama dalam
kondisi sadar, misalnya saat seseorang berusaha mengingat sesuatu, seperti
nomor telepon atau arah jalan.
“Kejutan besarnya, jenis aktivitas persisten ini terjadi
selama tidur, hampir sepanjang waktu,” kata Mehta. “Hasil studi ini secara
keseluruhan masih baru dan mengejutkan. Faktanya, aktivitas persisten
mirip-pengerjaan memori ini terjadi pada korteks entorhinal sekalipun di bawah
pengaruh anestesi.”
Studi ini muncul dalam edisi online jurnal Nature Neuroscience.
Temuan ini sangat penting karena sepertiga hidup manusia
diisi dengan tidur, dan kekurangan tidur bisa menghasilkan dampak yang
merugikan bagi kesehatan, termasuk kesulitan dalam hal pembelajaran dan memori.
Sebelumnya pernah ditunjukkan bahwa neokorteks dan hippocampus saling
“berkomunikasi” satu sama lain, dan diyakini komunikasi ini berperan
penting dalam membangun memori, atau disebut konsolidasi memori. Namun, tak ada
yang mampu mengeinterpretasi pembicaraan tersebut.
“Saat Anda bersiap tidur, Anda bisa membuat kamar menjadi
gelap dan sunyi, dan meskipun tak ada masukan indrawi, otak tetap sangat
aktif,” kata Mehta. “Kami ingin tahu kenapa itu bisa terjadi dan
bagian-bagian mana saja dalam otak yang saling berkomunikasi satu
sama lain.”
Mehta beserta timnya mengembangkan sistem monitor yang
sangat sensitif, yang memungkinkan mereka mengikuti aktivitas-aktivitas neuron
dari masing-masing tiga bagian otak tersebut secara simultan, termasuk
aktivitas sebuah neuron tunggal. Hal ini memungkinkan para peneliti mengurai
secara tepat komunikasi-komunikasi yang terjadi, sekalipun neuron-neuron
tersebut tampak tenang. Kemudian mereka mengembangkan analisis matematis
canggih untuk mengurai komunikasi yang kompleks.
Selama tidur, neokorteks surut menjadi pola gelombang
yang lambat sekitar 90 persen pada waktu itu. Selama periode tersebut,
ativitasnya berfluktuasi pelan antara keadaan aktif dan tidak
aktif tiap detiknya. Mehta beserta timnya berfokus pada korteks entorhinal,
yang memiliki banyak bagian.
Bagian luar korteks entorhinal merefleksikan aktivitas
neokortikal. Namun bagian dalamnya berperilaku berbeda. Saat neokorteks menjadi
non-aktif, neuron-neuron pada bagian dalam korteks entorhinal bertahan dalam
keadaan aktif, sama halnya di kala mereka mengingat sesuatu yang baru saja
“dikatakan” neokorteks, sebuah fenomena yang disebut sebagai aktivitas
persisten spontanitas. Selanjutnya, para peneliti menemukan bahwa ketika bagian
dalam korteks entorhinal spontan menjadi persisten, ia mendorong neuron hippocampus menjadi
sangat aktif. Di lain sisi, saat neokorteks menjadi aktif,hippocampus menjadi
lebih tenang. Data ini menghadirkan interpretasi yang jelas
tentang komunikasi tersebut.
“Selama tidur, ketiga bagian otak itu
saling berkomunikasi satu sama lain dalam cara yang sangat kompleks,”
katanya. “Neuron-neuron entorhinal menunjukkan aktivitas persisten,
berperilaku layaknya mereka mengingat sesuatu sekalipun di bawah pengaruh
anestesi saat tikus tak bisa merasakan atau membaui atau mendengar apapun. Luar
biasanya, aktivitas persisten ini terkadang bertahan lebih dari satu menit,
suatu skala waktu yang besar dalam aktivitas otak, yang umumnya berubah dalam
skala per seribu perdetik.
Temuan ini menantang teori-teori komunikasi otak selama
tidur, yang menyatakan bahwa hippocampus-lah yang mengkomunikasikan, atau mendorong, neokorteks.
Temuan Mehta ini setidaknya mengindikasikan adanya aktor ketiga dalam dialog
yang kompleks tersebut, yaitu korteks entorhinal, yang berperilaku seperti
halnya mengingat sesuatu. Korterks tersebut, pada gilirannya, mendoronghippocampus selagi
pola-pola aktivitas lain membuatnya tidak aktif.
“Ini merupakan cara yang sama sekali baru dalam
memikirkan teori konsolidasi memori. Kami menemukan adanya pemeran baru
dalam proses tersebut dan hal itu berdampak sangat besar,” kata Mehta.
“Dan apa yang dilakukan pemain ketiga ini adalah karena didorong oleh
neokorteks, bukan hippocampus. Hal ini menunjukkan bahwa apapun yang terjadi selama tidur
tidak ada yang terjadi seperti yang kita duga sebelumnya. Ada pemain lagi yang
terlibat sehingga dialog menjadi jauh lebih kompleks, dan arah komunikasi ini
bertentangan dengan apa yang sudah kita pikirkan.”
Mehta berteori bahwa proses ini terjadi selama tidur sebagai
cara untuk merapikan memori dan menghapus informasi tak penting yang diproses
selama seharian. Hal ini menghasilkan memori-memori penting yang bisa terakses
secara lebih mudah dan menonjol. Sebagai catatan, penyakit Alzheimer dimulai di
dalam korteks entorhinal dan pasien mengalami masalah tidur. Jadi, temuan Mehta
ini memiliki implikasi dalam arena tersebut.
“Hasil studi ini menyajikan bukti langsung pertama bagi
aktivitas persisten pada neuron-neuron lapisan korteks entorhinal medial secara in vivo, serta mengungkap kontribusinya
terhadap interaksi cortico-hippocampal, yang bisa terlibat dalam pengerjaan memori dan
pembelajaran pada urutan panjang tingkah laku selama berperilaku,
serta konsolidasi memori selama tidur,” demikian pernyataan dalam studi ini.
Studi ini didanai oleh Yayasan Whitefall, Institut Kesehatan
Nasional, National Science Foundation, Yayasan W.M. Keck, Kementerian
Pendidikan dan Riset Jerman serta Max Planck Society.
Kredit: Universitas California, Los Angeles (UCLA), Health
Sciences
Jurnal: Thomas
T G Hahn, James M McFarland, Sven Berberich, Bert Sakmann, Mayank R Mehta.Spontaneous persistent activity in
entorhinal cortex modulates cortico-hippocampal interactionin vivo. Nature Neuroscience, 07 October 2012; DOI: 10.1038/nn.3236
(cr:http://www.faktailmiah.com/2012/10/09/otak-selama-tidur-berperilaku-mengingat.html)
(cr:http://www.faktailmiah.com/2012/10/09/otak-selama-tidur-berperilaku-mengingat.html)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar